Rabu, 23 Desember 2009

Anak Laki-laki Lebih Melek Ponsel Ketimbang Perempuan

Stereotipe bahwa anak laki-laki lebih melek teknologi membuat penasaran Sheila Cotten, sosiolog dari Universitas Alabama, Birmingham, AS. Ia pun melakukan survei terhadap 1000 anak-anak berusia antara 11-13 tahun. Masing-masing diminta menilai kebiasaannya menggunakan fitur-fitur ponsel dengan nilai nol untuk yang tidak pernah memakai hingga lima untuk yang sering menggunakannya dalam sehari-hari.
Hasil survei menunjukkan bahwa anak laki-laki ternyata memang lebih banyak mengeksplorasi fitur ponsel seperti untuk mengirim email, berbagi foto, bermain game, memutar video, dan mendengarkan musik. Temuan yang dilansir Livescience itu dilaporkan dalam jurnal New Media & Society.
Menurut Cotten, perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal ini kemungkinan tergantung pengasuhannya. Orang tua sering menganggap anak laki-laki lebih cocok mengeksplorasi teknologi sehingga mereka bebas mengakses. Wajar saja anak laki-laki lebih jago dalam mengeksplorasi ponsel.
Hal tersebut bisa berpengaruh terhadap masa depan anak-anak perempuan. Semakin bisa dirugikan kelak saat mencari pekerjaan dan memilih pendidikan lanjutnya. "Jika mereka tidak tertarik mengeksplorasi atau menggunakan teknologi yang beraneka rupa, mereka mungkin punya peluang lebih kecil untuk mengambil kuliah ilmu komputer, sains, dan matematika", ujar Cotten.
Jadi Cotten menyimpulkan, dengan temuan ini bukan berarti anak perempuan harus dibelikan ponsel dengan fitur stadar. Justru sebaliknya, mereka harus didorong untuk memanfaatkan teknologi seluas-luasnya.

Pengguna Internet Indonesia Kurang Produktif

Aplikasi internet yang didukung broadband menawarkan peluang yang luar biasa untuk meningkatkan produktivitas suatu negara. Misalnya di dunia pendidikan, kesehatan, pemerintahan, dan bisnis. Bagaimana dengan tipe internet di Indonesia?
Merujuk hasil studi Nokia Siemens Network (NSN) yang dipaparkan di Menara Mulia , Selasa (22/12/2009), ternyata pengguna internet di Indonesia sekarang adalah orang-orang muda dengan kebutuhan internet mobile, yang berubah dari golongan pemula (adopter) ke lifestyle.
Dijelaskan oleh Yohanes Denny, Market Intelejen Unit NSN, bahwa rata-rata pengguna internet di Indonesia melakukan akses internt dari rumah, bukan cafe, kantor, atau tempat publik lainnya. Dan dari rumah tersebut mereka menggunakan jenis low akses bandwidth terbanyak dari handheld, bukan PC atau laptop.
"Waktu akses internet konsumen Indonesia rata-rata adalah 16% dalam seminggu, sedangkan spending belanja internet adalah 10% dari penghasilan", ujar Denny.
Ditambahkan Denny, dari 16% tersebut kesemuanya dilakukan untuk kebutuhan personal seperti FB, browsing, dan sebagainya. Saat di kantor mereka menggunakannya untuk menunjang produktivitas, sementara di luar kantor hanya untuk kebutuhan personal lagi.
Dari studi tersebut ditarik kesimpulan bahwa Indonesia berada di level bawah, karena akses internet digunakan untuk urusan konsumerisme dan cenderung kurang produktif.

Low Bandwidh, Tren Konsumen Indonesia
Denny menjelaskan bahwa koneksi internet bisa dilihat dari 2 sisi yakni jenis low bandwidth dan high bandwidt. Berdasar data NSN, ternyata masyarakat Indonesia lebih banyak menggunakan tipe low bandwidth, karena akses yang dilakukan melalui handheld mereka. "Rata-rata konsumen Indonesia sudah puas dan nyaman dengan bandwidth 300 kbps, karena akses melalui handheld berjenis low bandwidth", jelas Denny.
Dari sisi operator mungkin berpikir bahwa kecepatan internet adalah segalanya, karena memungkinkan akses aplikasi web berjenis high bandwidth, yang tujuan akhirnya adalah mendapatkan kepuasan konsumen. Sedangkan berdasar data NSN, ternyata kenyamanan adalah nomor satu. Dengan membuka aplikasi dari ponsel, berjenis low bandwidth rata-rata, konsumen sudah puas. Karena puas dengan low bandwidth, maka hal ini menjadi kebiasaan mereka untuk ""ngeksis di internet berbekal handheld kesayangan.

Penjual Game iPhone Untung Rp 10 Miliar Sebulan

Siapa sangka bisnis aplikasi ponsel ternyata menjanjikan untung besar. Tapulous, misalnya, pengembang aplikasi iPhone ini setiap bulannya bisa meraup pendapatan sekitar US$ 1 juta atau hampir Rp 10 miliar cuma dari hasil penjualan game.
Game yang dibuat Tapulous memang jadi hit di kalangan pemakai iPhone dan iPod Touch, sehingga cukup wajar mereka meraih penghasilan sebesar itu. Misalnya saja game bertajuk Tap Tap Revenge. Tap Tap Revenge adalah game dengan jumlah penjualan terbesar bagi Tapulous. Pemakai iPod Touch dan iPhone tercatat telah mendownloadnya sebanyak 20 juta kali dari App Store.
Kesuksesan Tapulous membuktikan kian tumbuhnya popularitas aplikasi ponsel, sekaligus memperkuat posisi iPhone dan iPod Touch sebagai platform game. Sejak App store dirilis pada Juli 2008, pemilik iPhone dan iPod Touch mendownload lebih dari 2 miliar aplikasi.